SALING BERBAGI UNTUK SEMUA

Selasa, 22 Oktober 2013

YOU ARE
Karya Fida Amatullah

Sepulang UTS, dua bulan yang lalu saat semuanya bermula…
Silla memarkirkan motornya di emperan warung. Sedangkan aku hanya bersungut-sungut, tadi Silla mohon-mohon supaya aku ikut dengannya dari sekolah. Entah apa yang ia lakukan, padahal aku ingin istirahat. Terus sorenya belajar buat besok lagi.
“Sil, Lo kesini ngapain sih?”
“Lihat aja deh kak” katanya.
“Tapi Sil” kataku. “Kok ada anak angkatan gue, sendirian lagi” tanyaku sedikit takut melihat anak cowok yang sedang memainkan sesuatu.

Silla terlihat malu-malu, “Aku mau ngobrol sama dia kak”
“Sil??” aku terlihat shock. “Lo serius??” dan aku malu karena cowok itu menoleh!
“Hei Kak” Silla langsung menyapa cowok itu dan langsung turun dari motor dan masuk ke kedai emperan.
“Hei” balasnya. “Ini temen lo? bukannya dia anak angkatan gue ya?”
Dia tahu gue! Pikiranku tak menentu. Aku tahu sedikit cowok ini, dia biasa dipanggil Finn, kelas XI IPS 1 mantan anak X.1. Sebenarnya aku menyukai cowok ini semenjak kami masih kelas sepuluh. Namun kami tidak saling mengenal. Habis, kelas cewek-cowok terpisah sih dan sekolah mengatur hubungan cewek-cowok di sekolah dengan cukup ketat.
“He..he.. iya kak” Silla pun nyengir. “Dia kakak kelas gue dari SMP”
“Ooh..” dia meangguk dan kembali tertunduk.

Dan benar saja, mereka asik ngobrol sendiri sedangkan aku bengong ditemani segelas jus alpukat (di traktir Silla soalnya aku nggak punya duit).
“Finn, Kok lo mau sih ladenin ajakan dia” tiba-tiba aku angkat bicara. “Rumah lo kan jauh?”
“Kok lo tahu?” dahinya terlihat mengerut.
“Gue pernah ngeliat lo dihukum gara-gara telat” jawabku.
“Ooh” dia meangguk.
“Silahkan, kalian mengobrol lagi” kataku tanpa mau memikirkan apapun lagi.
***

“Sil, lo rada sedeng ih” kataku saat kami dalam perjalanan pulang. “Anak Al-Falah tuh ada yang rumahnya di sini tahu, bahkan alumni aja ada. Apa nggak nyari masalah nih?”
“Kalau kataku mereka biasa aja” kata Silla. “Tapi nggak tahu juga kalau kepergok guru”
“Lo emang nggak pernah sms-an sama dia?”aku balik bertanya.
“Nggak, Ngomongnya cuma di twitter. Tapi kalau twitter males, suka di stalkerin sama kakak kelas mulu”
“Ya elah, angkatan gue juga sama kali pas kelas sepuluh” jawabku. “Tapi kok lo bisa kenal sama dia?”
“Dia yang mention aku duluan” jawabnya. Aku meangguk,
“Terus yang ngajak ketemuan siapa?” tanyaku. “Dia atau lo?”
“Nggak tahu” jawabnya. “Kayaknya dia, tapi aku juga penasaran orangnya yang mana”
Dalam hati aku geleng-geleng kepala, berani juga tuh anak pikirku tentang Finn.
***

Aku dan teman-temanku sedang tertawa-tawa di sebuah kursi panjang dekat tukang cimol di bilangan Graha ketika suara cowok menyentak kami.
“Ara!” kami langsung menoleh, dan ternyata Rio pacarnya Ara bersama teman-temannya. Dan ternyata ada Finn juga di situ.
“Ciye… Ara” ledek Gita. “Samperin tuh pacarnya”
“Iih… Ara bikin envy” kata Hana yang hubungan pacarnya termasuk LDR. Ara pun hanya nyengir lalu bangkit mengahmpiri pacarnya.
“Ma..Alma..” panggil Farras yang duduk di depanku. Aku langsung menoleh dan Farras memeragakan ekspresi yang sering ia lakukan kalau Finn muncul (dari kelas sepuluh). Aku langsung menyikut kakinya (biasanya sih mukul lengannya, tapi posisinya lagi nggak tepat).

Di antara kumpulan ini, memang cuma aku, Gita dan Farras yang jomblo. Selain Hana, Syifa juga LDR dengan pacarnya yang berada di Bandung. Sedangkan Gita yang baru putus dari pacarnya sedang PDKT dengan anak angkatan kami. Setelah puas jajan. Kami bersiap-siap untuk pulang
“Ara!” panggil Gita. “Ayo, kita udah mau cabut nih!”
“Iya!Iya!” balas Ara, dia pun tampak menyelesaikan pembicaraannya dan langsung menghampiri kami.
“Hoi” aku yang baru saja menaiki sepedaku menoleh. Ternyata Finn.
“Gue mau nitip buat Silla” dia menyerahkan secarik kertas. Tak sengaja aku membukanya, ternyata nomornya. Aku meangguk.
“Mestinya lo duluan lah yang sms-in dia” kataku. “Dia bakal malu kali kalau mulai duluan”
“Habis gue nggak tahu nomornya sih” kata Finn. “Lo tahu?”
“Tahu sih” jawabku.
“Kalau tahu, lo sms-in nomornya ke nomor itu” kata Finn. “Ntar gue yang mulai”
“Ya udah deh” kataku. “Gue bilang dulu ke anaknya” aku pun memasukkan secarik kertas itu ke dalam tas.
“Thank’s ya” katanya. Aku meangguk, tak ku pedulikan ekspresi teman-temanku. Nanti akan ku jelaskan pada mereka. Maklum, mungkiin karena aku yang bukan anak yang eksis mendadak dekat sama cowok,.
***

Tak terasa UTS pun berlalu dan kami beralih pada rutinitas semula. Berangkat jam tujuh pulang jam 4. Banyak tugas, ulangan, apalagi kalau sudah penjurusan. Kegiatan OSIS dan ekskul juga nggak kalah seabreknya. Pokoknya semuanya serba seabrek deh. Tapi aku belum mendengar lagi kabar hubungan Silla-Finn. Biarin lah, toh mungkin sudah sering sms-an.
“Halo ini siapa?” tanya ku di HP. Heran, siapa lagi yang ngehubungi gue jam sepuluh?
“Ini gue Finn” jawabnya. Dahiku mengerut.
“Kenapa?” tanyaku. “Lo mau nanya tentang Silla?”
“Iya” jawabnya. “Gue lagi bingung nih”
“Finn” kataku. “Lo udah pacaran sama Silla?” tanyaku. Dia tampaknya terdiam.
“Belum” jawabnya. “Gue aja belum nembak dia”
“Bener?” tanyaku. “Kata-kata lo kurang meyakinkan nih”
“Beneran” katanya. “Serius”
“Terus lo mau ngomongin apa tentang dia?” tanyaku.

Akhirnya tentang salah satu cowok yang mention Silla yang katanya teman Silla semasa SMP yang pernah nembak Silla, tapi Silla tolak. Sepertinya Finn penasaran tentang cowok itu.
“Hmm gue nggak terlalu tahu juga sih kalau soal cowok SMP gue” jawabku (pasti Finn kecewa). “Tapi kata temannya, dia memang kenal sama anak cowok sana gara-gara ngikut teman-temannya yang bandel dan gara-gara itu dia kena SP”
“Hah serius?” Finn terdengar kaget. “Cuma gara-gara kenal cowok? Lebai banget”
“Yahh.. namanya juga SMP gue” jawabku. “Tapi sih gue mikirnya mungkin karena mereka janjian sama anak cowok malem-malem. Angkatan dia memang rada sedeng sih”

Akhirnya percakapan melebar membicarakan angkatan kami semasa SMP. Lalu kini beralih ke masa-masa kelas sepuluh. Dari masa-masa MOPDB hingga kejadian sehari-hari di kupas habis. Hingga kegiatan OSIS semasa kelas sepuluh.
“Dulu gue lega banget pas tahu punya patner cewek di sekbid tempat gue tugas” kataku. “Di sekbid lain dari tiga orang duanya cowok semua”
“Bearti cowok di sekbid kamu cuma satu?” tanya Finn. “Siapa?”
“Ivan” jawabku.
“Dia kan cowok idola anak angkatan sama adek kelas” jawabnya. “Beruntung dong”
“Hmmm lumayan sih” aku mikir-mikir. “Nggak ah, nggak ada perubahan dalam hidup gue”
“Emang lo nggak suka sama dia?” tanya Finn. “Dia kan cakep”
“Yahh.. ada sih perasaan itu sedikit lah” jawabku. “Mungkin karena tampangnya” dia pasti nggak tahu atau pura-pura cuek kalau aku suka sama dia dari kelas sepuluh.
“Oh iya gue pengen nanya” kataku. “Gimana ceritanya lo bisa kenal sama Silla?”
“Hmm..” dia tampak berpikir. “Gue tertarik aja pas ngeliat namanya di twitter, ternyata dia adek kelas gue. Gue belum tahu kalau ternyata dia anak populer, terus gue mention dia”
“Kalau gitu lo beruntung dekat sama dia. Anaknya baik, perhatian, cantik lagi” kataku.
“Thank’s. Eh, sekarang udah jam sebelas nih” kata Finn. “Nggak pa-pa gue ganggu lo?”
“Sedikit” jawabku. “Tapi lo beruntung karena ini malam minggu. SMP gue pernah ngobrol sama Silla sampai jam dua belas”
“Ya udah, met tidur ya” kata Finn. “Sorry kalau gue ganggu lo”
“Sip” jawabku. Akhirnya percakapan terputus.
***

Dan tanpa di duga hal itu membuat aku semakin dekat dengan Finn (hal yang dulu masih antara nyata dan tidak). Aku jadi ladang curhatnya tentang Silla atau hal yang lain (dia menjadi orang kedua tempat aku cerita selain Farras). Terkadang kalau HP nya lagi disita, Silla pun menitip pesan untuk Finn. Dan menurutku hubungan mereka masih stuck. Finn belum nembak Silla, entah belum atau nggak pingin. Soalnya Silla juga nggak ingin pacaran dulu.
Aku jadi suka ngeledekin Finn. Dia menjadi sasaran cowok pertama yang suka ku ledek kalau keadaan memungkinkan (kalau timingnya salah itu namanya nyari masalah), setelah tiga tahun (empat sama kelas sepuluh) aku nggak pernah berhubungan dengan yang namanya cowok. Dan tanpa diduga Finn sering ngeledeikn aku dengan Ivan (padahal aku sama Ivan udah nggak satu sekbid lagi). Aku curiga, jangan-jangan Finn stalkerin twitterku lagi. Tapi twitterku kan jarang aktif.
***

“Menurut Kak Alma, Kak Finn gimana?” tanya Silla, saat Silla menelpon.
“Hmm.. Keliatannya cuek, berantakan, tapi bukan termasuk orang yang PeDe” aku tampak mikir-mikir. “Tapi kadang-kadang dia nggak terduga. Kenapa memang” dia pun memberikan jawaban yang mengejutkanku.
“Sifat kakak sama kak Finn mirip tahu” kata Silla. “Kalian cocok kalau pacaran”
“Masa sih?” tanyaku. “Cius? Miapah?”
“Serius kak” jawab Silla. “Kalian berdua tuh cocok” mendengar hal itu aku hanya terdiam.
***

“Silla nggak tahu kalau aku suka sama Finn dari kelas sepuluh” kataku pada Farras saat menjelang sholat dzuhur.
“Tapi dia bilang gitu ke kamu?” tanya Farras. Aku meangguk.
“Kalau aku pacaran gimana Far?” tanyaku.
“Hmm…” Farras yang biasanya konyol kini terlihat serius. “Itu pilihan kamu Alma. Tapi… pasti ada yang berubah kalau kamu pacaran”
***

Aku membaca percakapan sms yang terjadi seminggu yang lalu antara aku dan Finn.
Alma ada yg pengen gue omongin ke lu
Kenapa Finn? Tentang Silla?
Bukan. Alma Gue suka sama lo. mau nggak lo jadi pacar gue?
Walaupun sudah seminggu, aku tetap terdiam embaca sms itu. Sebenarnya aku girang di tembak sama dia, banget malah. Tapi.. ada sesuatu yang menghadangku untuk menerima dia.
Jujur saja, aku belum pernah pacaran selama lima belas tahun. Dan aku hanya ingin cinta itu bersemi saat sudah waktunya yaitu saat aku dewasa dalam jalur yang bernama pernikahan. bukan sekedar pacaran yang berakibat munculnya banyak mudharat. Tapi ajakan dari Finn sempat menggoyahkanku karena selama belum ada yang menembakku apalagi dari orang yang ku sukai. Karena itulah aku belum menjawab, aku masih berfikir dan merenung.
Aku harus jujur sama Finn tentang prinsipku. Mungkin itu terdengar jahat, karena bearti aku menjadi pemberi harapan palsu baginya. Tapi, sebenarnya aku pun tidak menjajikan apapun kepadanya selain persahabatan. Yah, daripada aku dan dia pacaran yang mungkin tidak dapat bertahan lama. Lebih baik perasaan itu di salurkan dengan yang namanya persahabatan. Dengan meneguhkan hati dan menghela nafas. setelah seminggu menggantung, akhirnya jawaban itu keluar juga.
Finn, maaf gue nggak bisa nerima lo karena belum saatnya cinta itu saling memiliki.
***

“Alma tumben nggak makan” kata Gita melihatku terdiam. “Biasanya paling lahap kalau ada lontong sayur” katanya saat kami makan siang bersama di kelas.
“Aku lagi ada masalah nih” kataku. “Aku mau minta pendapat kalian semua”
“Boleh” kata Hana. “Silahkan saja” akhirnya aku bercerita tentang semalam.
“Mau pacaran atau nggak itu pilihan mu, ma” kata Hana. “Tapi kalau kamu memang berprinsip nggak mau pacaran sebelum menikah. Kamu harus tetap mempertahankannya”
“Begitu ya?” aku meangguk. Memandangi tempat makanku yang sudah tandas. “Bearti tindakan ku udah bener ya. syukur deh”
“Ayo dong Alma, semangat” kata Rina. “Emang siapa yang nembak lo ma?”
“Finn“Jawabku.
“Hah cowok yang waktu itu?” kata mereka serempak. “Ternyata dia??” aku hanya meangguk sambil meringis.
“Ciye.. Alma” ledek teman-temannya.
“Udah..udah..”Syifa pun menegahi. “Tapi sama Alma ditolak, jadi nggak ada traktiran”
“Betul” kataku dengan lontong sayur di mulut “Aku nggak punya duit”kataku lega walaupun diam-diam aku masih merasa bersalah dengan Finn. Aku ingin kasih dia penjelasan.
***

Seminggu kemudian…
“Kak” Silla memandangiku dengan wajah yang terkejut. Aku hanya meangguk.
“Kalau aku jadi kakak pasti nyesek”
“Gue harus gimana Sil?” kataku. “Emang belum saatnya kan?”
“Terus kakak mau nyampein surat ini ke dia?” tanya Silla.
“Sil” kataku. “Tolong sampein surat ini ke dia, please. Terserah dia mau baca atau nggak”
“Ya udah kak” Silla menghela nafas. “Ntar aku titipn lewat Ricky” aku meangguk.
“Padahal aku udah ikhlasin kalau kalian pacaran” gumam Silla. “Tapi Kak Alma benar. Masih banyak yang harus kita raih”
***

Aku berjalan melintasi parkiran sekolah dan menghampiri motor untuk mengambil sesuatu di bagasi motor. Hari ini aku membawa motor karena ada acara bersama teman-teman sepulang sekolah nanti.
“Alma” tanganku yang akan membuka kunci bagasi terhenti dan aku pun menoleh. Ternyata Finn sedang duduk di atas motornya. Entah sedang apa.
“Udah gue sampein ke orangnya” kata Finn. Aku tersenyum.
“Makasih” kataku.
“Bearti sebenarnya perasaan gue berbalas dari kelas sepuluh?” tanyanya. Aku hanya meangguk.
“Tapi sorry Fin” kataku. “Setelah gue pikir-pikir. Kayaknya belum saatnya hal itu terjadi”
“Gue mengerti” jawab Finn. “Gue minta maaf”
“Nggak Finn” kataku. “Tapi sekali lagi terima kasih”
Dia pun tersenyum, “Kita tetap sahabatan ya” aku meangguk dan ikut tersenyum. Jujur saja, walaupun kami tetap sahabatan. Tapi apa aku rela ya kalau dia akan pacaran dengan orang lain?
***

For: Finn
Sebelumnya gue minta maaf klo lo terganggu dgn adanya surat ini. Tapi ada sesuatu yg pengen gue ceritain ke lo lewat surat ini. Terserah lo mau tahu atau nggak.
Sebulan setelah kita jadi anak kelas sepuluh, gue menyukai seseorang.Kalau gue pikir sampai sekarang, agak susah untuk menyusun kata alasan gue suka sama orang itu. Dia itu nggak populer,wajahnya biasa-biasa saja, penampilannya berantakan. Dan gue pun bingung. Tapi anehnya, hari gue jadi cerah saat ngeliat orang itu. Dan hari itu juuga bisa jadi suram kalau orang itu nggak muncul. Dan gue sadar satu hal: bukannya dia tidak muncul, tapi hanya menyembunyikan diri. Mungkin keramaian bukan tempat yang cocok untuknya.
Lo mau tahu siapa orang itu? Gue nggak mau ngasih tahu, karena lo pasti tahu jawabannya. Tapi gue rasa, perasaan itu lebih indah kalau gue simpan di hati. Lo setuju kan?
Nb: kalau lo ketemu sama orang itu, gue titip ucapan terima kasih untuknya. Bagi ku orang itu,bikin gue semangat lagi dalam menjalani hidup.
Alma

0 komentar:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar